Selasa, 02 Juni 2009

MEMISAHKAN JIWA YG SEHAT DENGAN JIWA YG SAKIT

Manusia diciptakan terdiri dari dua bagian, yaitu jiwa (psikis) dan fisik. Jiwa berhubungan dengan kondisi psikologis seseorang, misalnya sedih, senang, semangat, malas, tegang, grogi, dan sebagainya. Sedangkan fisik berhubungan dengan kondisi raga atau badaniyah seseorang, misalnya tangan lecet karena jatuh, bibir sariawan, dan seterusnya. Jiwa dan fisik adalah dua hal yang berbeda namun saling berkaitan dan bisa dikelola.
Contoh pertama. Seseorang mahasiswa dihadapkan pada kondisi akan menghadapi ujian skripsi. Saat itulah, mahasiswa tersebut mengalami kondisi jiwa yang ‘terganggu’, yaitu tegang, grogi, takut, dan sebagainya. Sedangkan kondisi fisik mahasiswa tersebut sehat. Kondisi tersebut bisa langsung membuat fisik mahasiswa tersebut drop, misalnya tiba-tiba mahasiswa tersebut sakit perut, keluar keringat dingin, lalu pingsan. Padahal mahasiswa tersebut tidak menderita sakit apapun.
Contoh kedua. Ada seorang yang menderita stroke hingga menyebabkan orang tersebut tidak mampu bangun dari tidurnya apalagi berjalan. Orang tersebut sadar dan tahu kalau dia tidak bisa berjalan. Namun orang tersebut harus tetap bekerja untuk menghidupi keluarganya dengan kondisi yang seperti itu. Orang tersebut berkeyakinan bahwa dia tidak boleh kalah dengan penyakitnya. Dia menemukan bahwa fisik boleh sakit tapi jiwanya harus tetap sehat, dan satu-satunya modal yang dimiliki adalah otak. Akhirnya, walaupun tetap di ranjang dan tidak bisa berjalan, dia menjadi seorang penulis dan menghasilkan karya-karya yang bermanfaat.
Dari dua contoh di atas dapat dijelaskan dengan penjelasan sederhana berikut ini :
Pada contoh pertama, seseorang memiliki fisik yang sehat tapi jiwanya ‘sakit’. Jiwa orang tersebut mengalami ‘gangguan’ dikarenakan adanya faktor lingkungan yang tidak nyaman, yaitu ujian skripsi. Sedangkan fisik orang tersebut sehat. Seseorang bisa menjadi sakit secara fisik, misalnya sakit perut tiba-tiba, jika fisik orang tersebut terpengaruh jiwa yang ‘sakit’ karena fisik ‘membenarkan’ jiwa yang ‘sakit’ tadi. Itulah yang namanya psikosomatis.
Pada contoh kedua, orang tersebut sadar jika fisiknya sakit, artinya jiwa orang tersebut sehat sehingga dia masih tetap beraktivitas seperti orang normal. Jiwa orang tersebut ‘tidak terpengaruh’ oleh kondisi fisik yang sakit.
Jiwa dan fisik dapat ‘dipisahkan’ supaya terjadi keseimbangan dalam diri manusia. Memisahkan jiwa yang sehat dan fisik yang sakit, atau sebaliknya, hanya dapat dilakukan dengan mencapai ‘kesadaran’ sepenuhnya atas diri, dan itu semua dapat dilakukan oleh semua orang.
‘Kesadaran’ sepenuhnya atas diri, dikontrol oleh pikiran kita. Jika pikiran kita mampu mengontol diri kita, maka akan tercipta kekuatan dahsyat yang mempengaruhi perilaku kita sehari-hari sehingga semua masalah akan menjadi mudah.
Saudaraku,
Ingatlah bahwa jiwa ini adalah milik Allah dan hanya Allah yang menggengam jiwa kita. Selain itu, ingatlah akan firman Allah dalam sebuah hadits qudsi yang menjelaskan bahwa Allah Swt. sesuai dengan prasangka hambaNya. Jika manusia berprasangka baik, maka Allah akan memberikan yang baik pada kita, begitu sebaliknya. Wallahu a’lam bish showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagi para pembaca,silakan tinggalkan komentar.Supaya ada masukan buat saya ke depannya.Terima kasih.